Notification

×

Iklan ok

Peringati IWD 2025, 'Aisyiyah Refleksikan Keadilan Gender di Indonesia

Minggu, 09 Maret 2025 | 01.33 WIB Last Updated 2025-03-08T18:33:57Z




GEMARNEWS.COM, YOGYAKARTA - Stereotipe juga relasi kuasa masih menjadi akar permasalahan ketidakadilan yang dialami perempuan hingga hari ini. Hal tersebut dikemukakan oleh Tri Hastuti Nur Rochimah, Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dalam webinar Hari Perempuan Internasional 2025 pada Sabtu (8/3/25). Acara yang bertema “Accelerate Action : Percepat Aksi untuk Keadlilan dan Kesetaraan Gender” ini terselenggara atas kerjasama Program INKLUSI ‘Aisyiyah bersama Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM).


“Angka kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga meskipun kita sudah mempunyai UUD PKDRT tapi isu kekerasan ini masih cukup tinggi sekali. Saya kira ini pekerjaan rumah besar, apalagi sekarang di era digital angka kekerasan berbasis digital juga semakin meningkat ini adalah salah satunya karena memang stereotype terhadap perempuan juga ketimpangan relasi kuasa menjadi akar permasalahannya.” ujar Tri yang juga merupakan Koordinator Program INKLUSI ‘Aisyiyah ini.


Selain itu menurut Tri, isu perempuan dan lingkungan juga semakin bertambah berat, apalagi dengan adanya gesekan dengan kekuasaan negara. 


“Bagaimana perempuan semakin tersingkir dengan adanya pabrik-pabrik dengan adanya Pembangunan-pembangunan yang disebut dengan strategis Itu saya kira juga masih menjadi pekerjaan rumah di mana perempuan dan anak anak menjadi korban.”


Menurut Tri, momen peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Womens Day (IWD) ini menjadi momen untuk merefleksikan capaian dan sekaligus untuk mempercepat langkah langkah yang harus kita lakukan. 

“Untuk mengatasi berbagai permasalahan perempuan, kita harus bergandeng tangan antar semua kelompok masyarakat, anak-anak muda, semua sektor, serta pemerintah. Saling menyemangati bahwa tugas kita masih sangat berat dalam rangka untuk menyejahterakan perempuan,” ucap Tri.


Sementara itu, Adriana Venny, Board Lembaga Partisipasi Perempuan dalam kesempatan tersebut memberikan refleksinya atas agenda global Beijing Platform for Action (BPfA) yang merupakan kerangka kerja strategis untuk memberdayakan perempuan dan mewujudkan kesetaraan gender. 


Salah satu isu yang dibahas oleh Venny adalah terkait keterwakilan perempuan di parlemen. Angka minimal keterwakilan sebesar 30% masih belum dicapai oleh pemerintah Indonesia. Indonesia baru meraih angka 21%. Hal ini menurutnya belum dapat dirayakan.


“Sebagian besar negara itu belum pernah mencapai tiga keterwakilan tiga puluh persen dan itu termasuk Indonesia. Jadi Indonesia itu tidak usah bangga dengan dua puluh satu persen di keterwakilan perempuan di parlemen karena Indonesia itu belum pernah mencapai tiga puluh persen dalam sejarah.”


Venny juga mengajak segenap pihak untuk melakukan review dan pemantauan atas implementasi komitmen Indonesia terkait BPfA. Terlebih perkembangan isu politik global, regional, dan pemerintah baru mempengaruhi capaian keadilan gender di Indonesia. 


“Penting Indonesia membangun proses pemantauan & konsolidasi bersama stakeholders yang melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil secara lebih bermakna dalam melakukan review & pemantauan atau melaporkan implementasi komitmen Indonesia terkait CEDAW, BPFA dan komitmen HAM perempuan.”


Acara ini juga menghadirkan Aeshnina Azzahra, seorang remaja aktivis lingkungan yang menunjukkan peran remaja dalam mengatasi isu lingkungan dan bagaimana pencemaran lingkungan memberikan dampak yang lebih merugikan bagi Perempuan. Juga Wulandari Ney, Ketua Bidang IPMAWATI PP IPM yang menyoroti isu digitalisasi dan kekerasan berbasis gender.



Hadir juga Sakdiyah Ma’ruf, Standup Comic Perempuan muslim pertama di Indonesia yang membawakan isu-isu ketidakadilan gender dengan humor yang kritis. Salah satu isu yang disentil Sakdiyah adalah kebijakan pemerintah yang menghambat hak kesehatan Perempuan. 


Bagaimana ia menceritakan layanan senam kehamilan yang terhambat di suatu puskesmas karena dananya yang belum turun. “Saya kira efisiensi itu baru sekarang ternyata sudah lama ada dan efek pemotongan anggaran di sana sini yang menghambat akses kesehatan kepada perempuan.” (*)

Gemar Sport

Artikel Pilihan

×
Berita Terbaru Update