Banda Aceh – Proses pelelangan pengelolaan lahan parkir di RSUD Meuraxa diduga tidak transparan. Sejumlah kontraktor yang mengikuti proses tersebut mengaku kecewa dengan kebijakan manajemen rumah sakit yang tidak memberikan kejelasan terkait mekanisme pelelangan.
Salah satu kontraktor yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa sejak awal, proses pelelangan ini tidak sesuai dengan prinsip transparansi. "Seharusnya, jika memang dilelangkan, harus ada persyaratan yang jelas. Berapa nilai pagu anggaran yang ditetapkan, bagaimana skema penawarannya, semuanya harus terbuka. Namun, hal tersebut tidak dilakukan," ujarnya.
Dalam presentasi terkait proyek pengelolaan parkir, pihak rumah sakit menyatakan bahwa sistem yang digunakan adalah kerja sama dengan pemerintah dalam bentuk bagi hasil dari pendapatan parkir. Namun, pihak rumah sakit justru menyatakan bahwa mereka tidak menerapkan sistem tersebut, melainkan menyewakan lahan parkir kepada pihak ketiga.
Menurut informasi yang dihimpun, sebelumnya biaya sewa lahan parkir di RS Meuraksa dipatok sekitar Rp15 juta per bulan. Namun, kini angka tersebut naik menjadi sekitar Rp20 juta per bulan. Dengan jumlah kendaraan yang masuk ke area parkir poli rumah sakit mencapai sekitar 800 unit pada hari Senin dan Selasa—dan kurang sedikit pada hari Jumat—kontraktor merasa bahwa nilai sewa sebesar Rp20 juta per bulan terlalu membebani.
Dugaan kuat bahwa proses pelelangan ini telah diatur sejak awal semakin menguat, mengingat beberapa portal parkir di lokasi sudah terpasang sebelum adanya pengumuman resmi pemenang tender. "Kami menduga pemenangnya sudah ditentukan dari awal, dan proses pelelangan ini hanya sekadar formalitas administratif saja," tambahnya.
Sejumlah kontraktor berencana melayangkan surat keberatan kepada pihak manajemen rumah sakit untuk meminta klarifikasi atas dugaan permainan dalam pelelangan ini. Mereka juga mempertanyakan apakah perusahaan yang memenangkan tender benar-benar memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.
Saat dikonfirmasi, pihak manajemen RS Meuraksa belum memberikan jawaban yang jelas. Mereka hanya menyatakan bahwa proses pelelangan masih berlangsung.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan ketidakterbukaan dalam pengelolaan aset publik, terutama dalam sektor pelayanan kesehatan. Jika benar terjadi kecurangan, maka transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan fasilitas rumah sakit perlu dipertanyakan.