Notification

×

Pernyataan Kepala Biro Hukum KLHK Soal IPPKH Anak Usaha Harita Group Menyesatkan, CERI Sarankan APH Segera Bertindak

Minggu, 20 April 2025 | 20.31 WIB Last Updated 2025-04-22T01:32:22Z
GEMARNEWS.COM, TERNATE - Pernyataan Kepala Biro Hukum Setjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Supardi SH MH yang tertuang dalam suratnya kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara tanggal 6 Desember 2024, patut diduga sebagai tindakan persekongkolan jahat untuk menjarah kekayaan bumi Wawonii secara melawan hukum bersama PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang tak lain merupakan anak usaha Harita Group. 

Demikian diutarakan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Minggu (20/4/2025) siang ketika sedang berada di Pantai Tolire, Ternate, Maluku Utara. 

"Padahal kita sudah sama-sama tahu bahwa sudah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang pada intinya Mahkamah Agung telah memerintahkan Menteri membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 707,10 hektare pada 7 Oktober 2024. Tidak hanya itu, dua putusan MA sebelumnya, yakni Perkara Nomor 57 P/HUM/2022 dan 14 P/HUM/2023, juga telah membatalkan alokasi ruang tambang dalam Perda RTRW Kabupaten Konkep," jelas Yusri. 

Selain itu, kata Yusri, Mahkamah Konstitusi pada 21 Maret 2024 menolak gugatan uji materi PT GKP terhadap UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K), menegaskan bahwa pulau kecil seperti Wawonii tidak boleh ditambang.

Dengan tiga putusan MA dan satu putusan MK, PT GKP telah kehilangan dasar hukum. Aktivitas mereka di Wawonii merupakan bentuk pembangkangan terhadap hukum. 

"Apalagi Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara MS Dharma Prayudi dalam surat tanggal 15 November 2024 telah secara tegas menyampaikan kepada Dirut PT GKP bahwa Pasal 106 ayat 1 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan menyatakan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud Pasal 98 ayat 3 hapus apabila dicabut oleh Menteri atas keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Surat itu pun ditembuskan kepada Pj Gubernur Sulawesi Tenggara dan Dirjen Planologi Kehutanan," ungkap Yusri. 

Makanya, kata Yusri, pernyataan Supardi dalam surat tersebut yang menyatakan tetap mengizinkan PT GKP melaksanakan haknya menjadi sangat aneh dan patut dipertanyakan atau jika perlu diperiksa oleh aparat penegak hukum. 

"Mestinya, dengan fakta-fakta yang sudah ada, mulai dari putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap sampai adanya surat Kepala Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara itu, Kepala Biro Hukum harusnya memberi masukan kepada Menteri Kehutanan agar melaksanakan bunyi Pasal 106 ayat 1 huruf c tersebut, yakni mencabut IPPKH PT GKP, bukan malah mempersilahkan PT GKP melakukan aktifitas hanya karena PT GKP sedang melakukan PK atas putusan MA," ungkap Yusri. 

Yusri juta mengatakan, upaya hukum PK oleh PT GKP diduga hanya sebagai siasat untuk mengulur waktu untuk tetap bisa melakukan penambangan bijih nikel. Terbukti, sejak putusan berkekuatan hukum tetap, hingga 18 April 2025 saja, sudah sebanyak 114 ponton pengakutan bijih nikel dari Pulau Wawonii oleh PT GKP. 

Cabut RKAB PT GKP

Lebih lanjut, Yusri juga menyoroti Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) PT GKP terutama setelah adanya putusan berkuatan hukum tetap terkait izin-izin PT GKP. 

"Sesuai ketentuan peraturan perundang undangan, salah satu syarat terbitnya RKAB, selain potensi cadangan bijih nikel, juga harus ada Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Nah jika IPPKH sudah dibatalkan, maka RKAB tentunya juga harus dibatalkan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM," ungkap Yusri. 

Oleh karena itu, kata Yusri, Dirjen Minerba juga harus segera melakukan evaluasi RKAB PT GKP untuk dibatalkan.

"Sebab, jangan sampai nanti masyarakat menganggap Negara membiarkan praktek-praktek pelanggaran hukum seperti apa yang dilakukan PT GKP ini. Atau jangan-jangan para pejabat yang terkait di jajaran pemerintah pusat ini memang mau mengabaikan perintah Presiden Prabowo?" ungkap Yusri.

Lagi pula, sambung Yusri, publik dapat mengganggap aparat pemerintah memberikan perlakuan istimewa terhadap PT GKP, sementara kegiatan usaha lain, jika melanggar aturan sedikit saja langsung ditindak tegas.(*)

Gemar Sport

Artikel Pilihan

×
Berita Terbaru Update